Senin, 11 Oktober 2010

Seorang Muslim



 
MY FOTO

Orang Muslim meyakini bahwa kebahagiaannya di dunia dan akhirat sangat ditentukan oleh sejauh mana pembinaan terhadap dirinya, perbaikan, dan penyucian dirinya.
Selain itu, ia meyakini bahwa kecelakaan dirinya sangat ditentukan oleh sejauh mana kerusakan dirinya, pengotorannya, dan kebrengsekannya. Itu semua karena dalil-dalil berikut:
Firman Allah Ta‘ala, “Sesungguhnya beruntunglah orang yang menjiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Asy-Syams: 9-10).
“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum, demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. Mereka mempunyai tikar tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut (api neraka), demikianlah Kami memberi balasan kepada orang orang yang zhalim. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shalih, Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekedar kesanggupannya, mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (Al-A’raaf: 40-42).
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shallih dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (Al-‘Ashr: 1-3).
Sabda Rasulullah saw., “Semua dan kalian masuk surga, kecuali orang-orang yang tidak mau.” Para sahabat bertanya, “Siapa yang tidak mau masuk surga, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. bersada, “Barangsiapa taat kepadaku, ia masuk surga. Dan barangsiapa bermaksiat kepadaku, ia tidak mau (masuk surga).” (HR Bukhari).
“Semua manusia beramal, dan menjual dirinya memperbaiki dirinya, atau membinasakannya.” (HR Muslim).
Orang Muslim meyakini bahwa sesuatu yang bisa membersihkan dirinya, dan menyucikannya ialah iman yang baik, dan amal shalih. Ia juga meyakini, bahwa sesuatu yang mengotori dirinya, dan merusaknya ialah keburukan kekafiran dan kemaksiatan, berdasarkan dalil-dalil berikut:
Firman Allah Ta‘ala, “Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada sebagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (Huud: 114).
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al-Muthaffifin: 14).
Sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya jika seorang Mukmin mengerjakan dosa, maka ada noda hitam di hatinya. Jika ia bertaubat, berhenti (dari dosa tersebut), dan beristighfar, maka hatinya bersih. Jika dosanya bertambah, bertambah pula noda hitamnya, hingga menutupi hatinya.” (HR An-Nasai dan At-Tirmidzi. At-Tirmidzi berkata bahwa hadits ini hasan shahih).
Noda hitam tersebut tidak lain adalah tutupan hati yang disebutkan Allah Ta‘ala dalam surat Al-Muthaffifin di atas.
“Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada dan tindaklanjutilah kesalahan dengan kebaikan niscaya kebaikan tersebut menghapus kesalahan tersebut, serta bergaulah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR Ahmad, At-Tirmidzi, dan Al-Hakim).
Oleh karena itulah, orang Muslim tidak henti-hentinya membina dirinya, menyucikannya, dan membersihkannya. Sebab, ia orang yang paling layak membinanya, kemudian ia memperbaikinya dengan etika-etika yang membersihkannya, dan membersihkan kotoran-kotorannya. Ia menjauhkan diri dan apa saja yang mengotorinya, dan merusaknya seperti keyakinan-keyakinan yang rusak, ucapan-ucapan yang rusak, dan amal perbuatan yang rusak. Ia melawan dirinya siang malam, mengevaluasinya setiap saat, membawanya kepada perbuatan-perbuatan yang baik, mendorongnya kepada ketaatan, menjauhkannya dari segala keburukan dan kerusakan.
 

0 komentar:

Posting Komentar