Sabtu, 10 April 2010

KEMBALI

Pernahkah kita bertanya pada diri sendiri, kenapa kita perlu bertaubat? Apa reaksinya? Apakah kita merasa perlu bertaubat sesekali, atau melakukannya terus menerus? Mungkin, ada orang yang menganggap tidak perlu bertaubat terus menerus. Ada juga yang justru merasa sangat perlu melakukan-nya. Bahkan jika mungkin, ingin melakukan-nya setiap saat.

Bagi yang merasa tidak perlu mengulang-ulang taubat, alasannya, pasti karena mereka merasa tidak ada kesalahan yang menjadikan-nya perlu senantiasa memperbarui taubat. Tapi bagi yang merasa sangat mementingkan taubat, itu dilandasi kesadaran sebagai manusia mereka tidak terlepas dari kekhilafan. Apalagi kesalahan kepada Allah Maha Pencipta.
Bila kita melakukan kesalahan terhadap seseorang, cara terbaik untuk menyelesaikannya, adalah dengan meminta maaf. Meminta maaf, awalnya memang sangat berat. Sebabnya adalah rasa malu, segan dan sebagainya. Tapi apabila dilakukan, ternyata itu lebih bermanfaat. Pikiran menjadi lebih tenang, dan jiwa menjadi tentram. Suasana hati pun otomatis menjadi damai. Itu pasti. Sebaliknya, andai kita menunda permintaan maaf kepada orang tersebut, hati kita akan penuh dengan perasaan galau, gelisah.

Jika terhadap sesama manusia kita sanggup meminta maaf, hatta atas kekhilafan yang kecil, apalagi kesalahan yang terkait dengan Allah SWT. Harusnya, kita lebih segera lagi meminta ampun. Karena sebenarnya, tak ada manusia yang tak bersalah, bahkan siapapun manusia sangat banyak memiliki kesalahan dan kekurangan di hadapan Allah.
Hanya Rasulullah yang bersifat ma’sum, terlepas dari kesalahan dan dosa. Itupun, setiap Nabi dan Rasul yang diutus Allah ke muka bumi, senantiasa bertaubat dan memohon ampun kepada Allah.
Apapun anggapan orang, sebenarnya manusia sangat banyak melakukan kesalahan dan dosa. Ada ulama yang mengatakan, bahwa manusia itu, kedipan matanya saja sudah dapat mengandung dosa. Dosa mata dengan penglihatan, dosa telinga dengan pendengaran, dosa tangan dengan perbuatan, dosa kaki dengan langkah dan gerakan, dosa hati dengan niat dan maksud, dosa lidah dengan tutur kata, dan sebagainya.
Ada orang yang menganggap melakukan dosa kecil itu merupakan kesalahan sepele dan karenanya tidak akan berdampak apa-apa. Padahal, justru orang yang menganggap kesalahan yang dilakukan sebagai dosa kecil, sebenarnya sangat mungkin ia telah memiliki dosa yang besar. Dosa kecil, ibarat debu beterbangan yang melekat pada kain. Jika dibiarkan terus menerus, kain itu pun akan menjadi kotor juga. lllustrasi seperti itu yang digambarkan oleh Rasulullah SAW. “Sesungguhnya iman itu muncul dalam hati bagaikan sinar putih. Kemudian dosa muncul pada hati seperti titik-titik hitam. Lalu merebak sampai seluruh hati menjadi hitam legam.”

0 komentar:

Posting Komentar