MY FOTO
Setiap orang yang beriman kepada Allah Ta’ala wajib meyakini bahwa sumber ketenangan jiwa dan ketentraman hati yang hakiki adalah dengan berzikir kepada kepada Allah Ta’ala, membaca al-Qur’an, berdoa kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya yang maha Indah, dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:
{الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ}
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS ar-Ra’du:28).
Artinya: dengan berzikir kepada Allah Ta’ala segala kegalauan dan kegundahan dalam hati mereka akan hilang dan berganti dengan kegembiraan dan kesenangan[3].
Bahkan
tidak ada sesuatupun yang lebih besar mendatangkan ketentraman dan
kebahagiaan bagi hati manusia melebihi berzikir kepada Allah Ta’ala[4].
Salah
seorang ulama salaf berkata: “Sungguh kasihan orang-orang yang cinta
dunia, mereka (pada akhirnya) akan meninggalkan dunia ini, padahal
mereka belum merasakan kenikmatan yang paling besar di dunia ini”, maka
ada yang bertanya: “Apakah kenikmatan yang paling besar di dunia
ini?”, Ulama ini menjawab: “Cinta kepada Allah, merasa tenang ketika
mendekatkan diri kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, serta
merasa bahagia ketika berzikir dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya”[5].
Inilah makna ucapan yang masyhur dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah – semoga Allah Ta’ala
merahmatinya – : “Sesungguhnya di dunia ini ada jannnah (surga),
barangsiapa yang belum masuk ke dalam surga di dunia ini maka dia tidak
akan masuk ke dalam surga di akhirat nanti”[6].
Makna
“surga di dunia” dalam ucapan beliau ini adalah kecintaan (yang utuh)
dan ma’rifah (pengetahuan yang sempurna) kepada Allah Ta’ala
(dengan memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya dengan cara baik dan
benar) serta selalu berzikir kepada-Nya, yang dibarengi dengan perasaan
tenang dan damai (ketika mendekatkan diri) kepada-Nya, serta selalu
mentauhidkan (mengesakan)-Nya dalam kecintaan, rasa takut, berharap,
bertawakkal (berserah diri) dan bermuamalah, dengan menjadikan
(kecintaan dan keridhaan) Allah Ta’ala satu-satunya yang
mengisi dan menguasai pikiran, tekad dan kehendak seorang hamba. Inilah
kenikmatan di dunia yang tiada bandingannya yang sekaligus merupakan qurratul ‘ain (penyejuk dan penyenang hati) bagi orang-orang yang mencintai dan mengenal Allah Ta’ala[7].
Demikian
pula jalan keluar dan penyelesaian terbaik dari semua masalah yang di
hadapi seorang manusia adalah dengan bertakwa kepada Allah Ta’ala, sebagaimana dalam firman-Nya:
{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجاً. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ}
”Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang dihadapinya), dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya” (QS. ath-Thalaaq:2-3).
Ketakwaan
yang sempurna kepada Allah tidak mungkin dicapai kecuali dengan
menegakkan semua amal ibadah, serta menjauhi semua perbuatan yang
diharamkan dan dibenci oleh Allah Ta’ala[8].
Dalam ayat berikutnya Allah berfirman:
{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً}
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya” (QS. ath-Thalaaq:4).
Artinya:
Allah akan meringankan dan memudahkan (semua) urusannya, serta
menjadikan baginya jalan keluar dan solusi yang segera (menyelesaikan
masalah yang dihadapinya)[9].
Adapun semua bentuk zikir, wirid maupun shalawat yang tidak bersumber dari petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
meskipun banyak tersebar di masyarakat muslim, maka semua itu adalah
amalan buruk dan tidak mungkin akan mendatangkan ketenangan yang
hakiki bagi hati dan jiwa manusia, apalagi menjadi sumber penghilang
kesusahan mereka. Karena semua perbuatan tersebut termasuk bid’ah[10] yang jelas-jelas telah diperingatkan keburukannya oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya semua perkara yang diada-adakan adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat, dan semua yang sesat (tempatnya) dalam neraka”[11].
Hanya amalan ibadah yang bersumber dari petunjuk al-Qur’an dan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang bisa membersihkan hati dan mensucikan jiwa manusia dari noda dosa
dan maksiat yang mengotorinya, yang dengan itulah hati dan jiwa
manusia akan merasakan ketenangan dan ketentraman.
Allah Ta’ala berfirman:
{لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ}
“Sungguh Allah telah memberi karunia (yang besar) kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus kepada mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, mensucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur-an) dan Al Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Rasul) itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (QS. Ali ‘Imraan:164).
Makna
firman-Nya “mensucikan (jiwa) mereka” adalah membersihkan mereka dari
keburukan akhlak, kotoran jiwa dan perbuatan-perbuatan jahiliyyah,
serta mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya
(hidayah Allah Ta’ala)[12].
Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman:
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ}
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu (al-Qur’an) dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada (hati manusia), dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman” (QS Yuunus:57).
Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan perumpaan petunjuk dari Allah I yang beliau bawa seperti hujan baik yang Allah Ta’ala
turunkan dari langit, karena hujan yang turun akan menghidupkan dan
menyegarkan tanah yang kering, sebagaimana petunjuk Allah Ta’ala akan menghidupkan dan menentramkan hati manusia. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Sesungguhnya perumpaan bagi petunjuk dan ilmu yang Allah
wahyukan kepadaku adalah seperti air hujan (yang baik) yang Allah
turunkan ke bumi…”[13].
0 komentar:
Posting Komentar